Tuesday, November 14, 2017

Kasus Perdata Menjadi Pidana?


Kasus perdata dan pidana adalah dua kasus yang berbeda. Meski demikian, akhir-akhir ini tidak sedikit sebuah kasus perdata yang kemudian dibuat bias penafsiran dan batas-batasnya sehingga seolah-olah membuatnya menjadi kasus pidana. Dengan dua ruang yang jelas berbeda, mungkinkah sebuah kasus perdata menjadi kasus pidana?

Pada prinsipnya, kasus perdata tidak akan bisa menjadi sebuah kasus pidana. Apabila ada sebuah kasus perdata yang kemudian ditindaklanjuti di lembaga peradilan sebagai delik pidana, hal ini bukan berarti kedudukan kasus tersebut berganti. Alih-alih demikian, hal tersebut dapat terjadi karena pada dasarnya ada unsur tindak pidana yang terjadi di dalam kasus perdata yang tengah berlangsung.

Sebagai contoh, mari kita ambil sebuah perkara utang piutang alias pinjam-meminjam. Misal, A meminjam uang kepada B sebesar Rp 4.000.000,00. Kedua belah pihak membuat kesepakatan hitam di atas putih yang menjelaskan secara detail mengenai informasi data masing-masing, jumlah uang yang dipinjam, jumlah uang yang akan dibayarkan (termasuk bunga bila ada), keperluan penggunaan uang pinjaman, jangka waktu pembayaran, dan skema pembayaran.

Secara prinsip, urusan utang piutang merupakan hubungan keperdataan. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Pasal 1754 KUHPerdata mengenai definisi pinjam meminjam, “Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberi kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabiskan karena pemakaian dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.”

Lantas, bagaimana urusan utang piutang tersebut yang jelas sebuah perdata dapat berubah menjadi tindak pidana?

Urusan tersebut dapat diperkarakan sebagai tindak pidana bila ditemukan unsur penipuan. Adapun yang dimaksud dengan penipuan sebagaimana diatur dalam Pasal 378 KUHP BAB XXV tentang Perbuatan Curang (bedrog) ialah “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan oang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.”
Dengan demikian, A dapat memperkarakan B ke lembaga peradilan dengan gugatan pidana bilamana B melakukan unsur-unsur penipuan seperti yang tertuang dalam pasal di atas. Pada intinya, selama B tidak memiliki iktikad baik untuk menjalankan ketentuan sebagaimana yang disepakati bersama, A berhak untuk menggugat.

Namun perlu diingat, hal ini berbeda apabila terjadi pada kasus wanprestasi. Seperti contoh, B telah melakukan pembayaran sebesar Rp 3.000.000,00. Selang beberapa waktu dari tanggal jatuh tempo, B tidak kunjung melunasi kewajibannya karena ketidakmampuannya. Untuk kasus yang seperti ini, maka A tidak dapat menggugat B secara pidana karena pada dasarnya B telah memiliki iktikad baik untuk menjalankan kewajibannya.

Selagi B memiliki iktikad baik untuk memenuhi apa yang menjadi kewajibannya, maka tidak bisa dilakukan gugatan pidana. Mengingat Pasal 19 Ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi, “tidak seorang pun atas putusan pengadilan boleh dipidana penjara atau kurungan berdasarkan atas alasan ketidakmampuan untuk memenuhi suatu kewajiban dalam perjanjian utang piutang” artinya pengadilan tidak bisa memidanakan seseorang lantaran ketidakmampuannya membayar utang.

Baca juga: Strategi pengajuan laporan pidana

Lain halnya jika sejak awal B mengetahui bahwa tidak ada uang yang bisa digunakan untuk membayar utangnya. Bila kasusnya seperti ini, maka B telah melakukan unsur penipuan sedari awal dengan sadar dan memiliki iktikad tidak baik.

Setiap perbuatan yang dapat diproses sebagai perkara pidana haruslah memiliki perbuatan (actus reus) dan niat jahat (mens rea). Siapapun boleh mengadukan perkara perdata yang dianggapnya seolah-olah menjadi sebuah pidana kepada pihak yang berwajib. Akan tetapi pada akhirnya, kejelian dan kebijakan dari penegak hukum tetap yang akan memutuskan apakah aduan tersebut dapat ditindaklanjuti sebagai pidana atau tidak.

Referensi : Bplawyers

Tuesday, November 7, 2017

Sebuah Buku: "Dari Mana Masuknya Setan"

Bismillahirrahmanirrahim.
#ResensiNovember


Judul Asli: Al Bayaanu Fi Madakhilisy Syaithan
Judul Terjemahan: Dari Mana Masuknya Setan
Penulis: Abdul Hamid Al Bilali
Penerjemah: Abdul Rokhim Mukti, Lc. MM
Penerbit: Gema Insani
ISBN: 979-561-971-3
Cetakan ke-: 1
Tahun Terbit: 2005
Tebal: 248 halaman
Resensor: L. Yuniasari
_

Tiap detik, menit, jam, dan hari, manusia akan terus diburu setan bahkan sampai di penghujung kehidupan di dunia sekalipun. Walaupun ghaib, setan mampu untuk menggoda serta menjerumuskan manusia ke dalam neraka dengan berbagai macam cara. Memang, itulah yang menjadi rencana besarnya. Ia punya berjuta cara jitu untuk bisa mewujudkannya. Lantas, bagaimana kita mengetahui dari mana saja setan masuk menggoda kita? Bagaimana cara mencegah masuknya ia agar tak lagi menggoda kita? Apa yang harus kita lakukan untuk dapat menghindarinya?

Dalam pengantar buku ini dikatakan bahwa adalah sebuah dendam abadi, mengapa permusuhan antara manusia dan iblis (juga keturunannya, setan) berlangsung hingga hari Kiamat. Penyebab pertama adalah karena Iblis membangkang perintah Allah,

ﻗَﺎﻝَ ﻣَﺎ ﻣَﻨَﻌَﻚَ ﺃَﻻَّ ﺗَﺴْﺠُﺪَ ﺇِﺫْ ﺃَﻣَﺮْﺗُﻚَ ۖ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻧَﺎ۠ ﺧَﻴْﺮٌ ﻣِّﻨْﻪُ ﺧَﻠَﻘْﺘَﻨِﻰ ﻣِﻦ ﻧَّﺎﺭٍ ﻭَﺧَﻠَﻘْﺘَﻪُۥ ﻣِﻦ ﻃِﻴﻦٍ

Allah berfirman: "Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?" Menjawab iblis "Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah". (QS. Al A'raf : 12)

ﻗَﺎﻝَ ﻓَﭑﻫْﺒِﻄْ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﻓَﻤَﺎ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﻟَﻚَ ﺃَﻥ ﺗَﺘَﻜَﺒَّﺮَ ﻓِﻴﻬَﺎ ﻓَﭑﺧْﺮُﺝْ ﺇِﻧَّﻚَ ﻣِﻦَ ٱﻟﺼَّٰﻐِﺮِﻳﻦَ

Allah berfirman: "Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang hina". (QS. Al A'raf : 13)

Penyebab kedua, karena Allah telah melarang Adam dan Hawa,

ﻭَﻗُﻠْﻨَﺎ ﻳَٰٓـَٔﺎﺩَﻡُ ٱﺳْﻜُﻦْ ﺃَﻧﺖَ ﻭَﺯَﻭْﺟُﻚَ ٱﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻭَﻛُﻼَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺭَﻏَﺪًا ﺣَﻴْﺚُ ﺷِﺌْﺘُﻤَﺎ ﻭَﻻَ ﺗَﻘْﺮَﺑَﺎ ﻫَٰﺬِﻩِ ٱﻟﺸَّﺠَﺮَﺓَ ﻓَﺘَﻜُﻮﻧَﺎ ﻣِﻦَ ٱﻟﻆَّٰﻠِﻤِﻴﻦَ

Dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim. (QS. Al Baqarah : 35)

Namun, Iblis lalu menggodanya,

ﻓَﻮَﺳْﻮَﺱَ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ٱﻟﺸَّﻴْﻂَٰﻦُ ﻗَﺎﻝَ ﻳَٰٓـَٔﺎﺩَﻡُ ﻫَﻞْ ﺃَﺩُﻟُّﻚَ ﻋَﻠَﻰٰ ﺷَﺠَﺮَﺓِ ٱﻟْﺨُﻠْﺪِ ﻭَﻣُﻠْﻚٍ ﻻَّ ﻳَﺒْﻠَﻰٰ

Kemudian syaitan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: "Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?" (QS. Taha : 120)

Hingga pada akhirnya Adam dan Hawa justru mengerjakan larangan-Nya, kemudian diperintahkan Allah agar keduanya turun ke bumi.

Buku yang berisi tujuh bab ini akan menjadi santapan yang tepat bagi kita untuk mempersiapkan diri agar bisa membentengi celah-celah yang boleh jadi menjadi tempat masuknya setan.

Bab pertama akan membawa kita pada permulaan. Cerita permulaan ini selalu berulang setiap hari. Bab ini akan mengisahkan bagaimana semua itu bermula hingga ketetapan-Nya yang pada akhirnya membawa Adam dan Hawa turun ke bumi.

Bab kedua sekaligus menjadi peringatan bagi kita. Di antara peringatan yang paling penting yang diberikan oleh Allah adalah jangan menjadi golongan yang beribadah kepada setan dan menjadikannya sebagai pemimpin selain Allah. Semoga kita termasuk golongan hamba-Nya yang tidak justru berpaling dari jalan kebenaran sebagaimana yang diridhai-Nya. Aamiin.

Bab ketiga akan membawa kita untuk mengenal bagaimana dan apa-apa saja yang menjadi sifat-sifat setan. Mulai dari yang boleh jadi tidak kita sadari, hingga yang sebenarnya kita ketahui tetapi pernah sekali-duakali justru tidak kita hindari. Astaghfirullah, semoga kita bisa menjadi pribadi yang lebih berbenah lagi.

Bab keempat akan membawa kita untuk mengenal perbuatan setan, mulai dari perbuatan yang boleh jadi kita anggap sepele sehingga kitapun pernah menjadi pelakunya sampai dengan perbuatan kemungkaran yang mungkin mulai banyak dilakukan oleh manusia di luar sana. Semoga kita termasuk yang dapat terhindar daripadanya. Aamiin.

Bab kelima dalam buku ini menjelaskan mengenai pintu-pintu masuknya setan, termasuk di dalamnya mengenai penghiasan kecil dan besar daripada setan serta godaan setan.

Bab keenam akan membawa kita mengetahui konsekuensi apa saja yang akan didapatkan apabila ada seseorang yang menjadi pengikut setan. Mengenai konsekuensi ini tentu kita akan bicara ke arah kerugian-kerugian yang akan dirasakan. Boleh jadi memang tidak begitu saja dirasakan saat ini, ketika di dunia, melainkan konsekuensi tersebut -pun akan berdampak sampai dengan di 'kehidupan setelah dunia'. Na'udzubillah.

Bab ketujuh sekaligus bab terakhir dalam buku ini akan membawa kita pada pengobatan-pengobatan yang dapat kita lakukan sebagai upaya mencegah datangnya setan dalam keseharian kita.

Secara keseluruhan, buku ini dapat menjadi salah satu asupan yang sekaligus bisa membuat diri kita untuk selalu waspada akan kelalaian yang melenakan, agar tersadar akan kenikmatan yang boleh jadi justru menjerumuskan, serta agar kita dapat lebih pandai dalam memerangi godaan setan.

Semoga aku, kamu, kita semua senantiasa dapat terus dan terus melakukan perbaikan dan tidak bosan untuk saling mengingatkan dalam kebaikan. Aamiin.